Minggu, 19 April 2015

Strategi Meningkatkan Minat Membaca Masyarakat Kota Semarang



Membaca merupakan kebutuhan dan sebuah ketrampilan yang harfiahnya dimiliki oleh manusia sejak manusia mengenal simbol dan tulisan.  Mungkin kita masih terbiasa melihat kebiasaan membaca di kalangan orang tua, bagaimana dengan para anak-anak dan remaja saat ini? Masihkah mereka melakukan kegiatan ini? Tampaknya hal ini yang membuat pemerintah Kota Semarang khususnya Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Semarang untuk terus mendorong masyarakat Kota Semarang agar tetap memiliki minat dan semangat membaca.
            Untuk ke-15 kalinya Festival Buku Murah Semarang diadakan di Gedung Wanita, Jalan Sriwijaya, Semarang yang diadakan dari tanggal 1-7 April 2015.  Berbagai dekorasi luar ruangan sudah tertata dengan baik sehingga dapat menarik minat pengunjung.  Awang Wisnuaji (28) panitia Festival Buku Murah Semarang 2015 dari pihak Event Organizer Three G Production menyatakan “dari tahun ke tahun, kami selalu membuat iovasi dan dekorasi baru, tergantung dari tema acara”. Pada kesempataan saat ini, tema yang di paparkan untuk acara ini yaitu “revolusi ilmu dengan buku”, untuk merealisasikan tema tersebut dibuatlah monumen yang bebentuk otak manusia berwarna warni yang seolah-olah keluar dari buku raksasa yang bisa berputar-putar seperti yang bisa kita lihat di Universal Studio.

   Monumen Revolusi Ilmu dengan Buku
            Tidak hanya dekorasi luat ruangan saja yang dibuat untuk mendorong masayarakat mau datang ke pameran buku ini, di buat pula panggung hiburan yang megah di depan lengkap dengan tenda dan kursi penonton.  “setiap malam kami mengadakan acara malam, yang tentunya bisa dinikmati oleh para pengunjung, jarang kan jualan buku ada hiburanya?” ujar Awang.  Hiburan yang disuguhkan tidak hanya bertajuk musikal seperti pertunjukan band, tapi juga ada sulap, komunitas reptil bahkan kita bisa melihat kreatifitas dari anak SMP yang mengembangkan ilmu fisika dan robot dari salah satu Universitas di Kota Semarang.
            “kami sebagai panitia memiliki fungsi sebagai pengelola acara dan publikasi, jadi kreatifitas kami di pertaruhkan disini, dan kota Semarang sebagai tolok ukur keberhasilan sebelum ke kota kota lain. Untuk di kota Semarang sendiri kami bekerja sama dengan Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Semarang, begitu juga di kota kota lain kami menggandeng perpustakaan pemerintah kota setempat” ucap Awang, Di sekretariatan tempat Panitia berkumpul ini terpampang berbagai poster acara pameran buku sejenis yang diadakan di berbagai kota yang rata-rata berada di pulau Jawa dan Kalimantan, seperti kota Pekalongan, Yogyakarta, Banjarmasin, Bontang, Surabaya, dan tentunya Semarang itu sendiri.
            Buku yang di pamerkan dengan mengandeng berbagai penerbit ini sangat beraneka ragam, mulai dari buku anak-anak, pelajaran sekolah, unversitas, umum filsafat, agama , sejarah dan lain sebagainya cukup lengkap dihadirkan di pameran kali ini.Vika (23) salah satu pengunjung mwnyatakan “mumpung sedang bazar jadi saya hunting buku disini, saya suka novel dan komik buat koleksi”.  Kesempatan emas ini sepertinya tidak ia sia-siakan begitu saja, “biasanya saya mengeluarkan banyak uang untuk ini, kalo lagi bazar saya bisa hemat 25 – 50%”.  Berbeda dengan Niko (21),”saya gak suka baca, kesini cuman mau beli buku untuk kuliah saja, karna ada bazar jadinya saya kesini, kalo di toko buku takut dapet mahal”.
harga obral buku mulai sepuluh ribu rupiah

Lalu apakah hanya para penggemar buku saja yang membeli buku disini? Bahkan ada yang mencoba mencari peruntungan dengan membeli buku di pameran ini lalu dijual kembali,hal ini dilakukan oleh Santi (26), “saya membeli banyak novel yang seharga 15-20 ribuan untuk saya jual kembali di media sosial, lumayan bisa buat nambah uang saku, apalagi kalo buku yg saya dapatkan novel langka, bisa saya jual lebih mahal lagi.”  Banyak faktor yang ada di dalam masyarakat dan dari berbagai kalangan dan latar belakang yang berbeda yang datang ke pameran buku ini.
Menurunya tingkat membaca ini mungkin sudah menjadi hal yang wajar.  Kita tahu, beberapa metode pembelajaran dari jaman dulu siswa dibentuk secara pasif untuk lebih aktif mendengar daripada membaca, hal yang simple saat masa kanak-kanak, orang tua lebih sering mnceritakan dongeng kepada anak-anaknya sehingga mereka tumbuh di generasi “gemar mendengar”.  Mengajak para siswa untuk lebih mengenal buku tidak selain dengan dekorasi dan acara hiburan yang dijelaskan tadi, ternyata ada strategi lain untuk meningatkan jumlah massa supaya datang ke pameran, yaitu dengan mengadakan lomba. Lomba dari tingkat taman kanak-kanak sampai SMA ikut berpartisipasi dalam acara pameran ini. Suwardi Kurniawan (35) yang biasa dipanggil pak Wardi menyatakan “kami dari Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Semarang rutin setiap mengadakan bazar buku ini dengan acara lomba, lewat Dinas Pendidikan kami mengirimkan surat pemberitahuan mengenai lomba yang berhadiah piala dari Walikota Semarang.”
Lomba yang diadakan antara lain, lomba mewarnai, menggambar, menyanyi, menari tradisional, modern dance dan lomba band pelajar. Antusiasme para peserta lomba dari tahun ke tahun semakin meningkat, dikarenakan adanya piala walikota yang dapat digunakan sebagai pertimbangan prestasi tiap siswa dalam melanjutkan pendidikanya di jenjang yang lebih tinggi.  Tidak hanya lomba antar pelajar saja untuk menrik massa, dengan mengadakan program wisata buku, yaitu program yang mengundang murid sekolah beserta guru untuk hadir di festival buku murah, dengan demikian akan mempengaruhi para siswa untuk memiliki rasa inngin membaca dengan membeli buku di pameran ini.
Stand Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Semarang

Selain metode pembalajaran yang pasif, faktor yang mempengaruhi kurangnya minat membaca yaitu faktor ekonomi.  Buku jaman sekarang jarang ada yang murah, rata-berharga mahal.  Hal ini tentu Kantor Perpustakaan dan Arsip kota semarang tidak tinggal diam begitu saja, mereka mengadakan progra book exchange, yaitu program menukarkan buku lama yang sudah dibaca dengan buku baru yg bebas mereka pilih untuk dimiliki “Jadi pengunjung yang tidak punya dana untuk membeli buku barupun tetap bisa mendapatkan bacaan baru melalui program ini, barter lah dengan pembaca yang lain” ujar pak Suwardi.
Lalu bagimana dengan anak-anak yang baru belajar mengenal buku dan belajar membaca? Tentunya tidak bisa disamakan dengan para pembaca dewasa pada umumnya, mengingat teknologi multimedia sekarang ini semakin canggih dan maju, banyak anak jaman sekarang yang lebih memilih gadget ketimbang buku. Salah satu penerbit yang menggunakan strategi untuk menarik minat membaca pada Anak ini ialah Pustaka Lebah. Ernawati (39) dari pustaka lebah menyatakan,”kami dari Pustaka Lebah membuat sebuah buku yang mampu berinteraksi dan komunikatif dengan pembacanya, terutama anak-anak. Selain gambar yang menarik juga video interaktif yang saling melengkapi.”
Stand Pustaka Lebah
          Kombinasi anatara buku dan teknologi audio visual di tuntut untuk tetap menjaga eksistensi buku untuk tetap ada dan di kenal anak, tak hanya itu dengan buku anak diajak untuk membaca, komunikastif dan kreatif.  “Selain buku dengan penuh warna, kami juga membuat buku dengan gambar yang bisa dipotong yang bisa dibuat aneka bentuk seperti paper art, dari membuat mobil, bianglala sampai candi borobudur kami membuatnya,” jelas Ernawati.  Berbagai macam cara dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk tetap menjaga eksistensi buku untuk tetap dikenal, dibaca dan dihargai sebagai hasil karya yang tidak pernah punah di masa terpaan teknologi canggih yang sudah hadir pada saat ini.
           Yoghi Raditya G.311.12.0073

Tidak ada komentar:

Posting Komentar